Di tepi danau burung merpati,
Terbang rendah menyapa pagi.
Manusia tak hidup sendiri,
Dalam kelompok, jiwanya bersemi.
Pernahkah kamu merasa lebih semangat saat bekerja bersama teman-teman? Atau justru merasa grogi saat harus tampil di depan banyak orang? Semua itu bukan sekadar perasaan biasa—melainkan bagian dari dinamika kelompok yang terjadi secara alami dalam kehidupan sosial kita.
Beberapa waktu lalu, saya menyimak sebuah presentasi menarik berjudul "Manusia dalam Kelompok dan Dinamika Kelompok" oleh Serepina Tiur Maida. Presentasi ini bukan sekadar kumpulan teori, melainkan semacam refleksi atas betapa kompleksnya interaksi kita dalam kelompok sosial. Izinkan saya membagikan kembali isi presentasi itu dengan gaya yang lebih santai dan mengalir, seperti kita sedang ngobrol sore di teras rumah.
Dinamika Kelompok: Hidup, Bergerak, dan Selalu Berubah
Pertama-tama, kita perlu paham bahwa kelompok bukan entitas statis. Dinamika kelompok mencerminkan adanya interaksi dan ketergantungan antar anggotanya. Ini seperti irama dalam orkestra: setiap pemain memengaruhi keseluruhan harmoni.
Menurut Soerjono Soekanto, dinamika sosial dalam kelompok dapat muncul karena berbagai permasalahan, yang kadang mengguncang keteraturan sosial. Sedangkan Slamet Sentosa menekankan pentingnya hubungan psikologis antar anggota—semacam ikatan emosional yang membuat kelompok terasa “hidup”.
Kohesivitas: Lem yang Merekatkan Anggota Kelompok
Apa yang membuat kita betah dalam suatu kelompok? Jawabannya adalah kohesivitas. Ini bukan cuma soal suka sama suka, tapi juga tentang bagaimana kita merasa terikat satu sama lain. Kelompok yang kohesif biasanya punya semangat tinggi, rasa kebersamaan, dan komitmen terhadap tujuan yang sama.
Brown dan para rekannya menyebutkan bahwa kohesivitas bisa dipengaruhi oleh persahabatan antar anggota, efisiensi kerja sama, dan kesesuaian tujuan individu dengan tujuan kelompok. Jadi kalau kamu merasa nyaman di kelompok kerja yang sekarang, bisa jadi karena ada kohesivitas yang kuat di sana.
Groupthink: Saat Kekompakan Bisa Menyesatkan
Tapi hati-hati. Kadang kekompakan yang terlalu tinggi bisa menutup ruang kritik. Inilah yang disebut groupthink—fenomena ketika kelompok membuat keputusan buruk karena tidak mempertimbangkan alternatif lain. Mereka merasa yakin tak terkalahkan, dan suara yang berbeda ditekan atau diabaikan. Hasilnya? Keputusan yang kadang malah tidak logis.
Group Polarization: Ketika Diskusi Membuat Pendapat Makin Ekstrem
Fenomena lain yang menarik adalah group polarization. Ini terjadi saat diskusi kelompok justru mendorong anggota ke posisi yang lebih ekstrem daripada saat mereka berpikir sendiri. Misalnya, seseorang yang awalnya netral bisa jadi sangat pro atau kontra setelah diskusi panjang. Menariknya, ini dibuktikan oleh James Stoner pada tahun 1968, yang menemukan bahwa keputusan kelompok cenderung lebih berisiko dibanding keputusan individual.
Fasilitasi Sosial dan Hambatan Sosial
Pernah merasa tampil lebih hebat saat dilihat orang lain? Itulah yang disebut social facilitation—ketika kehadiran orang lain justru memacu kita untuk tampil lebih baik. Konsep ini ditemukan sejak 1898 oleh Norman Triplet, saat ia mengamati pengendara sepeda yang lebih cepat saat berlomba daripada saat sendirian.
Namun tidak semua reaksi terhadap audiens bersifat positif. Ada juga yang disebut social inhibition, yaitu ketika kita justru tampil lebih buruk saat dilihat orang lain. Menurut teori distraction-conflict, ini terjadi karena otak kita terbagi antara memberi perhatian pada tugas dan pada orang-orang yang menonton. Kalau tugasnya sulit dan tekanannya tinggi, hasilnya bisa mengecewakan.
Antara Tantangan dan Ancaman
Penelitian Jim Blascovich dan koleganya memberikan sentuhan menarik dalam pemahaman ini. Mereka menyebutkan bahwa kehadiran orang lain bisa memicu dua reaksi berbeda: tantangan atau ancaman. Kalau kita merasa siap, kita melihat situasi sebagai tantangan. Tapi kalau kita merasa tidak mampu, situasinya terasa seperti ancaman. Ini menentukan apakah kita akan tampil maksimal atau justru terpaku.
Kesimpulan
Kehidupan dalam kelompok adalah sebuah perjalanan sosial yang penuh warna—kadang menyenangkan, kadang menantang. Dinamika kelompok menunjukkan bahwa hubungan antar manusia tak pernah statis. Ia terus bergerak, membentuk pola-pola interaksi yang bisa menguatkan atau justru melemahkan struktur sosial yang ada.
Melalui konsep seperti kohesivitas, groupthink, polarisasi, hingga fasilitasi dan hambatan sosial, kita bisa memahami lebih dalam bagaimana sebuah kelompok bekerja. Bukan hanya soal berada bersama-sama, tapi bagaimana kita saling memengaruhi, saling menguatkan, atau bahkan tanpa sadar saling menjatuhkan keputusan.
Menjadi bagian dari kelompok bukan soal mengikuti arus, tetapi juga tentang bagaimana kita tetap menjaga kesadaran diri, berkontribusi, dan berani menyuarakan perbedaan dengan bijak. Karena pada akhirnya, kelompok yang sehat adalah kelompok yang mampu tumbuh bersama—tanpa kehilangan identitas masing-masing anggotanya.
Sumber :
Manusia dalam Kelompok & Dinamika Kelompok
Pertemuan 7 Komunikasi Organisasi Ibu Serepina Tiur Maida, S.Sos., M.Pd., M.I.Kom
No comments:
Post a Comment