Halo teman-teman pembelajar komunikasi organisasi
Pernah nggak kalian ada di situasi kerja di mana atasan bilang "gue nggak mau tahu, yang penting selesai!" tapi justru malah pengen ngilang dari grup WA
Ternyata, banyak konflik dalam organisasi bukan soal apa yang dikatakan, tapi bagaimana caranya dikomunikasikan. Dan inilah kenapa Teori Hubungan Sosial dari Elton Mayo (dalam Robbins & Judge, 2017) masih relevan banget, bahkan di era digital kayak sekarang!
ELton Mayo mengemukakan satu hal penting bahwa karyawan itu bukan mesin. Mereka butuh dihargai, didengar, dan merasa jadi bagian dari tim.
Nah, teori ini kemudian dikenal sebagai Human Relations Theory, yang jadi pondasi penting dalam komunikasi organisasi. Intinya, hubungan sosial itu kunci performa. Bukan cuma SOP dan KPI yang bikin produktivitas naik tapi juga hubungan antar manusia.
Menariknya, hal ini juga sejalan banget dengan materi dari Pertemuan 13 “Strategi Kepemimpinan dalam Organisasi yang diampu oleh Ibu Serepina Tiur Maida, S.Sos., M.Pd., M.I.Kom. Dan beliau menjelaskan bahwa Keberhasilan organisasi tidak hanya ditentukan oleh efisiensi operasional, tetapi juga oleh kualitas hubungan antar individu di dalam organisasi (Maida, S. T. 2024).
Konflik Komunikasi: Kasus Nyata, Bukan Drama!
Penulis sendiri pernah mengalami ini saat masa percobaan kerja di perusahaan swasta. Dapat tugas besar yaitu mencari 5 lokasi pelatihan di JABODETABEK dengan kapasitas 750 orang. Tapi gaya komunikasi atasan yang sangat dominan dengan kalimatnya "gue nggak mau tahu, pokoknya selesai!" bikin tekanan makin tinggi karena tidak ada ruang diskusi.
Apa yang terjadi?
Meskipun penulis berhasil menyelesaikan tugas tapi muncul perasaan kecewa karena solusi lebih efisien (pakai vendor) baru disebut di akhir oleh head operasional. hal ini terjadi berulang sehingga membuat tim jadi lebih milih kerja sendiri-sendiri, tanpa melibatkan atasan dan pada akhirnya membuat Hubungan kerja jadi dingin, minim kepercayaan.
Menurut Robbins & Judge (2017) Kepemimpinan yang terlalu mengandalkan tekanan tanpa membangun hubungan dapat menurunkan moral kerja dan menghambat kreativitas tim.
Dan hal ini pun dijelaskan kembali pada sesi 13 perkuliahan oleh Ibu Sere dalam mata kuliah Komunikasi Organisasi bahwa pemimpin yang mengedepankan empati, komunikasi terbuka, serta penghargaan terhadap setiap individu dalam organisasi cenderung menciptakan suasana kerja yang kondusif dan inovatif. (Maida, S. T. 2024)
Tapi sayangnya, itu nggak terjadi dalam kasus ini. Gaya komunikasi satu arah malah bikin tim bergerak sendiri, bikin “aliansi diam-diam”, dan secara perlahan menyingkirkan peran atasan dari proses tim.
Kenapa Teori Mayo Bisa Jadi Solusi?
-
Manusia Butuh Dihargai, Bukan Dibentak.
Komunikasi dua arah merupakan komunikasi sehat. Kalau bawahan cuma disuruh tapi nggak diajak bicara, jangan heran kalau mereka jadi pasif atau bahkan silent quitting. -
Perhatian Sosial Meningkatkan Loyalitas.
Kadang bukan bonus yang bikin orang betah kerja, tapi perasaan dihargai dan didengarkan. -
Bukan Cuma Instruksi, Tapi Interaksi.
Atasan yang mau mendengar bisa menghindari banyak miskomunikasi, apalagi di era chat & email yang minim ekspresi.
Strategi Biar Nggak Makin Toxic
Latih Komunikasi Asertif
Biar atasan bisa ngomong tegas tanpa terdengar marah, dan bawahan bisa menyampaikan pendapat tanpa takut dihakimi.
Etika Komunikasi Digital
Gunakan kata-kata yang tenang di email atau chat. Jangan asal capslock atau spam tanda seru. apalagi font dengan warna merah di dalam grup terbuka (Contoh: “URGENT!!!” bisa bikin jantung copot duluan)
Gunakan 360 Feedback
Biar komunikasi bukan cuma top down. Bawahan juga punya hak untuk menilai dan memberi saran.
Mediasi HR
Kalau konflik mulai mengganggu tim, jangan ragu minta bantuan pihak ketiga yang netral.
Jadi, Komunikasi Itu Soal Apa?
Teori Mayo mengajarkan kita bahwa komunikasi dalam organisasi bukan sekadar alat penyampai pesan, tapi jembatan hubungan sosial. Kalau jembatannya rapuh, ya koneksinya bakal putus.
Dan dalam kasus tadi, bisa kita lihat:
-
Gaya atasan yang terlalu kaku membuat bikin relasi jadi formal & hambar.
-
Kurang ruang untuk diskusi membuat bikin bawahan ambil jalan sendiri.
-
Komunikasi satu arah dapat mengakibatkan konflik yang susah dideteksi.
Kesimpulan
Kalau mau organisasi lebih produktif, bukan cuma sistem kerja yang perlu diubah, tapi juga cara berkomunikasi antar manusianya.
Ingat, kadang masalah bukan di apa yang dikatakan, tapi di bagaimana cara mengatakannya.
Mulailah dari hal kecil:
-
Dengarkan lebih banyak.
-
Bicara dengan empati.
-
Gunakan komunikasi dua arah.
Karena organisasi hebat bukan cuma soal target tercapai, tapi soal manusia yang tumbuh bersama.
Referensi:
1. Mayo dalam Robbins, S. P., & Judge, T. A. (2017). Organizational Behavior (17th ed.). Pearson Education.
2. Maida, S. T. (2024). Strategi Kepemimpinan dalam Organisasi Materi presentasi PowerPoint, Pertemuan 13. Program Studi Ilmu Komunikasi, Universitas Mpu Tantular.
No comments:
Post a Comment