holaaa wargaa,
balikk lagi kitaa nih...
jadii.. setelaah kemarin kita bahas tentang kebebasan pers, sekarang kita bahas emang ada kasusnya?? nahh kebetulan udah dapet nih angkanya kita bahas sekaraang
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers mencatat kekerasan terhadap jurnalis mencapai 114 kasus pada 2020. Angka ini naik 32% dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 79 kasus.
Bila dilihat secara rinci, kasus intimidasi atau kekerasan verbal terhadap jurnalis yang paling banyak terjadi tahun lalu. Hal tersebut disusul oleh penganiayaan sebanyak 24 kasus, perampasan/perusakan 23 kasus, pemaksaan/penghapusan 22 kasus, dan penangkapan 19 kasus Kemudian, kasus penghalangan kerja tercatat sebanyak 14 kasus. Ancaman dan serangan digital terhadap jurnalis masing-masing sebanyak 12 kasus.
Ada pula 10 kasus kriminalisasi terhadap jurnalis sepanjang 2020. Sedangkan, terdapat satu gugatan perdata yang menimpa jurnalis pada tahun lalu.

Salah satu kekerasan menimpa jurnalis Kompas.com saat meliput penurunan baliho Front Pembela Islam (FPI) pada 20 November 2020. Pelaku kekerasan adalah anggota TNI yang memiting dirinya dan memaksanya menghapus foto momen penurunan baliho FPI di gawainya. yapp ada kok banyaak dan banyak juga yg ga terblow up.
Menurut Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu, sebelum KUHP berlaku efektif tiga tahun setelah disahkan, sangat perlu adanya simulasi untuk melihat penggunaan pasal-pasal yang dinilai bermasalah tersebut. ”Kita butuh ruang untuk bedah kasus. Jika ada kasus diselesaikan dengan pasal tertentu, misalnya, teman-teman jurnalis akan dikriminalisasi atau tidak?” ujarnya di Jakarta, Selasa (17/1/2023).
Jika mencermati sejumlah pasal dalam KUHP, potensi ancaman kriminalisasi terhadap jurnalis sangat terbuka. Pasal 264, misalnya, mengatur tentang tindak pidana kepada setiap orang yang menyiarkan berita yang tidak pasti, berlebih-lebihan, atau yang tidak lengkap. Pelanggaran pasal ini dapat dipidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp 50 juta.
No comments:
Post a Comment